Sebuah mimpi adalah deretan
pemikiran, citra, suara atau emosi yang dialami pikiran saat tidur (American
Heritage Dictionary, 2009). Isi dan fungsi mimpi tidak dipahami sepenuhnya
walau ia telah menjadi spekulasi dan minat sepanjang sejarah. Studi ilmiah
mimpi disebut oneirologi. Teknologi untuk mempelajari mimpi baru saja
berkembang beberapa dekade belakangan.
Makna kultural mimpi
Mimpi Yakub
tentang tangga malaikat
Sepanjang sejarah, orang telah mencari makna mimpi
atau wahyu lewat mimpi (Lewis). Mimpi telah dijelaskan secara fisiologis
sebagai respon pada proses syaraf pada saat tidur, secara psikologis sebagai
cerminan bawah sadar, dan secara spiritual sebagai pesan dari tuhan, prediksi
masa depan atau berasal dari jiwa, karena simbologi adalah bahasa jiwa. Banyak
kebudayaan melaksanakan inkubasi mimpi, dengan tujuan memanen mimpi yang
prophetik atau mengandung pesan dari Tuhan.
Yahudi punya upacara tradisional yang disebut”Hatavat
Halom” – yang berarti membuat mimpi menjadi baik. Lewat ritual ini mimpi yang
mengganggu dapat diubah untuk memberikan penafsiran yang positif oleh seorang
rabbi atau sebuah dewan rabbi (Wein, 2006).
Neurologi Bermimpi
EEG
menunjukkan gelombang otak saat tidur REM
Tidak ada definisi yang diterima secara universal
mengenai definisi bermimpi. Tahun 1952, Eugene Aserinsky menemukan dan
mendefinisikan tidur REM saat bekerja dalam pembedahan penasehat PhDnya.
Aserinsky menemukan kalau mata orang yang tidur bergerak di bawah kelopak
matanya, kemudian ia menggunakan mesin poligraf untuk mencatat gelombang otak
mereka saat periode ini. Dalam satu sesi, ia membangunkan subjek yang menangis
dan mengigau saat REM dan membenarkan kecurigaannya kalau mimpi telah terjadi
(Demend, 1966). Tahun 1953, Aserinsky dan penasehatnya menerbitkan studi
terobosan dalam jurnal Science (Aserinsky dan Kleitman, 1953).
Pengamatan yang bertumpuk menunjukkan kalau mimpi erat
kaitannya dengan tidur gerakan mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dimana
sebuah elektroencephalogram menunjukkan aktivitas otak paling besar seperti
saat sadar. Mimpi yang tidak di ingat oleh partisipan pada saat tidur non-REM
secara normal lebih biasa dalam perbandingan (Dement dan Kleitmann, 1957). Pada
sebuah rentang hidup umum, seorang manusia menghabiskan waktu enam tahun
bermimpi (sekitar dua jam tiap malam). Sebagian besar mimpi hanya berlangsung 5
hingga 20 menit. Tidak diketahui dari daerah mana di otak mimpi berasal, bila
ada satu asal usul mimpi atau apakah banyak bagian otak terlibat, atau apa
tujuan mimpi bagi tubuh dan pikiran.
Pada saat tidur REM, pelepasan neurotransmitter
tertentu sepenuhnya ditekan. Sebagai hasilnya, neuron motorik tidak terangsang,
sebuah kondisi yang disebut atonia REM. Ini mencegah mimpi menghasilkan gerakan
tubuh berbahaya.
Menurut sebuah laporan di jurnal Neuron, otak tikus
menunjukkan bukti aktivitas rumit saat tidur, termasuk pengaktifan dalam
ingatan deretan panjang aktivitas (Louie dan Matthew, 2001). Studi menunjukkan
kalau beragam spesies mamalia dan burung mengalami REM saat tidur, dan
mengikuti deretan kondisi tidur yang sama seperti manusia.
Walaupun kekuatannya untuk menjadi liar, merangsang,
menakutkan atau mengesankan, mimpi sering diabaikan dalam model utama psikologi
kognitif (Barret dan McNamara, 2007). Sebagai metode pemeriksaan digantikan
dengan metode objektif yang lebih sadar sekdiri dalam sains sosial tahun 1930an
dan 1940an, studi mimpi dibuang dari literatur ilmiah. Mimpi tidak secara
langsung dapat diamati oleh pelaku eksperimen tidak pula mimpi yang dilaporkan
oleh subjek dapat dihandalkan, akibat mangsa masalah penyimpangan akibat
mengingat tertunda, bila ingat sama sekali. Menurut Sigmund Freud, mimpi lebih
sering dilupakan sepenuhnya, mungkin karena karakter terlarangnya.
Bersama-sama, masalah ini tampak membuatnya berada di luar kajian sains.
Penemuan kalau mimpi terjadi terutama pada saat
kondisi tidur yang terbedakan secara elektrofisiologis, tidur gerakan mata
cepat (REM), yang dapat diidentifikasi lewat kriteria yang objektif, membawa
kelahiran pada minat fenomena ini. Saat episode tidur REM dihitung durasinya
dan subjek dibangunkan untuk melaporkan sebelum editing atau pelupaan utama
dapat terjadi, ditemukan kalau subjek secara teliti sesuai jangka waktu mereka
menimbang narasi mimpi saat tidur sebanding dengan panjang tidur REM yang
mendahului bangun. Korelasi dekat tidur REM dan pengalaman mimpi ini menjadi
dasar sederetan laporan pertama yang menjelaskan sifat mimpi: yaitu teratur
setiap malam, ketimbang berupa aktivitas yang tidak beraturan, dan berfrekuensi
tinggi dalam tiap periode tidur yang berlangsung pada selang teramalkan sekitar
tiap 60 – 90 menit sepanjang rentang hidup manusia. Episode tidur REM dan mimpi
yang menemaninya diperpanjang waktu malam, dengan episode pertama yang
terpendek, sekitar 10 – 12 menit, dan episode kedua dan ketiga meningkat hingga
15 – 20 menit. Mimpi pada akhir malam dapat berlangsung sepanjang 15 menit,
walau ini dapat dialami sebagai beberapa kisah yang berbeda karena interupsi
sesaat yang mengganggu tidur saat malam berakhir. Laporan mimpi dapat
dilaporkan dari subjek normal pada 50% kejadian saat terbangun pada akhir
periode REM pertama. Tingkat pengingatan ini meningkat hingga sekitar 99% saat
bangun dari periode REM terakhir dalam satu malam. Peningkatan dalam kemampuan
mengingat ini tampaknya berhubungan dengan intensifikasi sepanjang malam dalam
kejelasan pencitraan, warna dan emosi mimpi.
Teori Sintesis Aktivasi
Tahun 1976 J. Allan Hobson dan Robert McCarley
mengajukan sebuah teori baru yang merubah penelitian mimpi, menantang pandangan
mimpi Freud sebelumnya sebagai keinginan bawah sadar untuk ditafsirkan. Teori
sintesis aktivasi mengatakan bahwa pengalaman inderawi dibuat oleh korteks
sebagai alat menafsirkan sinyal kacau dari pons. Mereka mengajukan kalau dalam
mimpi REM, gelombang PGO (Ponto-Geniculo-Occipital) kolinergik naik merangsang
struktur kortikal otak tengah dan depan, menghasilkan gerakan mata cepat.
Otak depan yang teraktivasi kemudian mensintesa mimpi dari informasi yang
dibuatnya secara internal. Mereka mengasumsikan kalau struktur yang sama yang
menghasilkan tidur REM juga membangkitkan informasi inderawi.
Penelitian Hobson tahun 1976 menyarankan kalau sinyal
yang ditafsirkan sebagai mimpi berasal dari batang otak saat tidur REM. Walau
begitu, penelitian oleh Mark Solms menunjukkan kalau mimpi dibangkitkan di otak
depan, dan bahwa tidur REM dan bermimpi tidak berhubungan langsung (Solms,
2000). Saat bekerja dalam departemen bedah syaraf di Johannesburg dan London,
Solms memiliki akses pada pasien dengan beragam cedera otak. Ia mulai
menanyakan pasien mengenai mimpi mereka dan membenarkan kalau pasien dengan
kerusakan di lobus parietal tidak dapat bermimpi; penemuan ini sejalan dengan
teori Hobson tahun 1977. Walau begitu, Solms tidak menemukan kasus hilangnya
mimpi dengan pasien yang mengalami kerusakan batang otak. Pengamatan ini
memaksanya mempertanyakan teori Hobson yang menandai batang otak sebagai sumber
sinyal yang ditafsirkan sebagai mimpi. Solms memandang gagasan bermimpi sebagai
fungsi dari banyak struktur otak yang membenarkan teori mimpi Freud, gagasan
yang mendapat kritik dari Hobson. Tahun 1978, Solms, bersama rekannya William
Kauffman dan Edward Nadar, melakukan sdederetan studi pengaruh tumbukan cedera
traumatis menggunakan beberapa spesies primata, khususnya monyet howler, untuk
menyanggah postulat Hobson kalau batang otak berperan penting dalam patologi
mimpi. Sayangnya, percobaan Solms terbukti tidak dapat disimpulkan, karena
tingkat kematian yang tinggi berasosiasi dengan penggunaan paku tumbuk hidrolik
pada kerusakan otak buatan dalam subjek uji berarti bahwa pool kandidat
akhirnya terlalu kecil untuk memenuhi persyaratan metode ilmiah (Rock, 2004)
Teori Aktivasi Berkelanjutan
Menggabungkan hipotesis sintesis aktivasi Hobson
dengan penemuan Solm, teori mimpi aktivasi berkelanjutan disajikal oleh Jie
Zhang yang mengajukan kalau mimpi adalah hasil dari aktivasi dan sintesis otak;
pada saat bersamaan, tidur REM dan bermimpi dikendalikan oleh mekanisme otak
yang berbeda. Zhang berhipotesis kalau fungsi tidur adalah memproses,
menyandikan dan mentransfer data dari ingatan sementara ke ingatan jangka
panjang, walau tidak ada banyak bukti mendukung konsolidasi ini. Tidur NREM
memproses ingatan terkait sadar (ingatan deklaratif), dan tidur REM memproses
ingatan terkait tidak sadar.
Zhang beranggapan kalau saat tidur REM, bagian otak
yang tidak sadar sibuk memproses ingatan prosedural; sementara itu, tingkat
aktivasi dalam bagian sadar otak akan turun pada tingkat sangat rendah karena
masukan dari inderawi yang pada dasarnya tidak terhubung lagi. Ini akan memicu
mekanisme “aktivasi-berkelanjutan” untuk membangkitkan aliran data dari
penyimpan ingatan untuk mengalir lewat bagian sadar otak. Zhang menyarankan
kalau aktivasi otak mirip sinyal ini adalah penginduksi tiap mimpi. Ia
mengajukan bahwa, dengan keterlibatan sistem berpikir asosiatif otak, bermimpi
kemudian, menjaga dirinya sendiri dengan pemikiran pemimpi sendiri hingga
pemasukan sinyal ingatan selanjutnya. Hal ini menjelaskan mengapa mimpi
memiliki karakteristik kontinuitas (dalam sebuah mimpi) dan perubahan mendadak
(antara dua mimpi) (Zhang, 2004; 2005).
Mimpi sebagai perangsang ingatan jangka panjang
Eugen Tarnow menyarankan kalau mimpi adalah
perangsangan pada ingatan jangka panjang yang selalu ada, bahkan pada saat
sadar. Keanehan mimpi karena format ingatan jangka panjang, berdasarkan
penemuan Penfield & Rasmussen bahwa rangsangan listrik pada korteks
membangkitkan pengalaman yang sama dengan mimpi. Pada saat sadar, fungsi
eksekutif menafsirkan ingatan jangka panjang konsisten dengan pemeriksaan
realitas. Teori Tarnow adalah pengerjaan ulang teori mimpi Freud dimana
ketidaksadaran Freud digantikan dengan sistem ingatan jangka panjang dan
“Pekerjaan Mimpi” Freud menjelaskan struktur ingatan jangka panjang (Tarnow,
2003).
Lokasi hippocampus
Mimpi untuk memperkuat ingatan semantik
Studi tahun 2001 menunjukkan bukti bahwa lokasi
ilogis, karakter dan aliran mimpi dapat membantu otak memperkuat keterhubungan
dan keselarasan ingatan semantik. Kondisi ini dapat terjadi karena, saat tidur REM,
aliran informasi antara hippocampus dan neokorteks berkurang (Stickgold et al,
2001). Meningkatnya level hormon stress kortisol cukup lama setelah tidur
(sering saat tidur REM) menyebabkan menurunnya komunikasi ini. Satu tahap
konsolidasi ingatan adalah pengkaitan ingatan yang jauh tapi berhubungan. Payne
dan Nadal berhipotesis kalau ingatan ini kemudian di konsolidasikan menjadi
sebuah narasi yang halus, sama dengan proses yang terjadi saat ingatan
diciptakan waktu stress (Payne dan Nadel, 2004).
Mimpi untuk membuang sampah
Robert (1886), seorang ahli fisiologi dari Hamburg,
adalah yang pertama kali berpendapat bahwa mimpi adalah sebuah kebutuhan dan
bahwa ia memiliki fungsi untuk menghapus (a) kesan inderawi yang tidak
sepenuhnya bekerja dan (b) gagasan yang tidak sepenuhnya berkembang sepanjang
hari. Lewat mimpi, material yang tidak lengkap akan dibuang atau diperdalam dan
dimasukkan kedalam ingatan. Gagasan Robert dikutip berulang kali oleh Freud
dalam karyanya Traumdeutung. Hughlings Jackson (1911) memandang kalau mimpi
bertindak untuk menyapu ingatan dan koneksi yang tidak perlu sepanjang hari.
Hal ini direvisi tahun 1983 oleh teori ‘belajar mundur’ Crick dan Mitchison,
yang menyatakan bahwa mimpi seperti operasi membersihkan komputer saat mereka offline,
menghilangkan noda parasit dan “sampah” lainnya dari pikiran saat tidur (Evans
dan Newman, 1964; Crick dan Mitchison, 1983). Walau begitu, pandangan
berlawanan bahwa mimpi memiliki sebuah fungsi konsolidasi ingatan dan
penanganan informasi (Hennevin dan Leconte, 1971) juga umum diterima. Mimpi
adalah hasil dari penembakan spontan dari pola syaraf saat otak melakukan
konsolidasi ingatan saat tidur.
Mimpi sebagai resonansi dalam rangkaian syaraf
Pada saat tidur, mata tertutup, sehingga otak pada
beberapa derajat menjadi terisolasi dari dunia luar. Lebih jauh semua sinyal
dari indera (kecuali penciuman) harus melewati thalamus sebelum mencapai
korteks otak, dan pada saat tidur aktivitas thalamus terhenti (Rey et al,
2007). Ini berarti kalah otak terutama bekerja dengan sinyal dari dirinya
sendiri. Sebuah fenomena yang terkenal baik dalam sistem fisika dinamis dimana
tingkat masukan dan keluaran dari sistem rendah adalah bahwa ayunan membuat
pola resonansi spontan terjadi. Karenanya, mimpi mungkin merupakan akibat
sederhana dari ayunan syaraf.
Psikologi tidur dan mimpi
Mimpi untuk menguji dan memilih skema mental
Coutts (2008) berhipotesis kalau mimpi memodifikasi
dan menguji skema mental saat tidur dalam sebuah proses yang ia namakan seleksi
emosional, dan bahwa hanya modifikasi skema yang tampak adaptif secara
emosional saat uji mimpi dipilih untuk retensi, sementara yang tampaknya
maladaptif ditinggalkan atau dimodifikasi lebih jauh dan diuji. Alfred Adler
berpendapat bahwa mimpi sering merupakan persiapan emosional untuk memecahkan
masalah, membersihkan individu dari akal sehat menuju logika pribadi. Perasaan
mimpi residual dapat memperkuat ataupun menginhibasi tindakan yang di
kontemplasikan.
Teori psikologi evolusi tentang mimpi
Psikolog evolusioner percaya kalau mimpi merupakan
semacam fungsi adaptif untuk bertahan hidup. Deirdre Barrett berpendapat kalau
mimpi hanyalah “berpikir dalam kondisi biokimia yang berbeda” dan percaya kalau
orang terus bekerja pada semua masalah yang sama – pribadi dan objektif – dalam
keadaan tersebut.” (Barret, 2007). Penelitiannya menemukan kalau apapun –
matematika, komposisi musik, masalah bisnis – dapat diselesaikan lewat mimpi,
namun dua daerah yang khususnya membantu adalah 1) apapun yang mengandung
visualisasi yang jelas dalam solusinya, apakah itu masalah desain seni atau
penemuan teknologi 3 dimensi dan 2) masalah dimana solusinya berada dalam
“berpikir di luar kotak” – yaitu orang tersebut terjebak karena kesepakatan
umum dalam mendekati masalah tersebut salah (Barret, 2001; 1993). Dalam teori
terkait, yang di istilahkan oleh Mark Blechner dengan “Darwinisme Oneirik,”
mimpi dilihat sebagai penciptaan gagasan baru lewat pembuatan mutasi pemikiran
secara acak. Sebagiannya ditolak oleh pikiran karena tidak berguna, sementara
yang lain dilihat berguna dan dipertahankan (Blechner, 2001). Psikolog
Finlandia Antti Revonsuo berpendapat bahwa mimpi telah ber evolusi sebagai
“simulasi ancaman” secara eksklusif.
Teori Psikosomatik
Mimpi adalah hasil dari “imajinasi terdisosiasi”, yang
terdisosiasi dari diri yang sadar dan menarik material dari ingatan inderawi
untuk simulasi, dengan umpan balik inderawi dihasilkan dalam halusinasi. Dengan
mensimulasi sinyal inderawi untuk mengendalikan syaraf otonom, mimpi dapat
mempengaruhi interaksi pikiran – tubuh. Dalam otak dan tulang belakang, “syaraf
penyembuh” otonom, yang dapat memperluas pembuluh darah, berhubungan dengan
syaraf rasa sakit dan tekanan. Syaraf ini terkelompok menjadi banyak rantai
yang disebut meridian dalam pengobatan china. Saat bermimpi, tubuh juga
menggunakan meridian reaksi berantai untuk memperbaiki tubuh dan membantunya
tumbuh dan berkembang dengan mengirimkan sinyal kompresi – gerakan sangat
intensif saat tingkat enzim pertumbuhan bertambah (Tsai, 1995).
Hipotesis lain mengenai mimpi
Ada banyak lagi hipotesis mengenai fungsi mimpi,
antara lain: (Cartwjustify, 1993)
- Mimpi
memungkinkan bagian pikiran lain yang tertekan untuk dipuaskan lewat
fantasi sementara tetap membiarkan pikiran sadar dari berpikir apa yang
tiba-tiba menyebabkan seseorang tersadar dari shock (Veldfelt, 1999).
- Freud
berpendapat bahwa mimpi buruk membuat otak belajar mengambil kendali pada
emosi yang dihasilkan dari pengalaman yang menekan (Cartwjustify, 1993).
- Jung
berpendapat kalau mimpi dapat menyumbang pada sikap satu sisi dalam kesadaran terjaga (Jung, 1948).
- Ferenczi
(1913) berpendapat bahwa mimpi, saat diceritakan, dapat mengkomunikasikan
sesuatu yang tidak dikatakan secara langsung.
- Mimpi
mengatur mood (Kramer, 1993).
- Hartmann
(1995) mengatakan mimpi dapat berfungsi seperti psikoterapi, dengan
“membuat koneksi di tempat yang aman” dan memungkinkan pemimpi untuk
mengintegrasikan pemikiran yang mungkin terdisosiasi saat ia sadar.
- Penelitian
yang lebih baru oleh psikolog Joe Griffin, mengikuti tinjauan data dua
belas tahun dari semua laboratorium tidur utama, membawa pada perumusaan
teori pemenuhan harapan mimpi, yang menyarankan kalau mimpi secara
metafora melengkapi pola harapan emosional dalam sistem syaraf otonom dan menurunkan tingkat
stress mamalia (Griffin, 1997; Griffin dan Tyrrel, 2004)
Isi mimpi
Dari tahun 1940an hingga 1985, Calvin S. Hall
mengumpulkan lebih dari 50 ribu laporan mimpi di Western Reserve University.
Tahun 1966 Hall dan Van De Castle menerbitkan The Content Analysis of Dreams
dimana mereka menggariskan sistem penyandian untuk mempelajari 1000 laporan mimpi
dari mahasiswa (Hall dan Van de Castle, 1966). Ditemukan bahwa orang di penjuru
dunia mengimpikan sebagian besar hal yang sama. Laporan mimpi lengkap Hall
secara publik tersedia di pertengahan 1990an oleh protégé Hall William Domhoff,
untuk analisis berbeda lebih lanjut.
Pengalaman pribadi dari hari kemarin atau minggu lalu
sering ditemukan dalam mimpi (Alain et al, 2003).
Emosi
Emosi yang paling umum di alami dalam mimpi adalah
rasa takut. Emosi lain antara lain rasa sakit, rasa kesepian, rasa senang, rasa
gembira, dan sebagainya. Emosi negatif lebih sering dirasakan daripada positif
(Hall dan Van de Castle, 1966).
Tema Seksual
Analisa data Hall menunjukkan kalau mimpi seksual
terjadi tidak lebih dari 10% kejadian dan lebih sering terjadi pada remaja awal
dan pertengahan (Hall dan Van de Castle, 1966). Studi lain menunjukkan kalau 8%
mimpi pria dan wanita memiliki muatan seksual (Zadra, 2007). Dalam beberapa
kasus, mimpi seksual dapat menghasilkan orgasme atau emisi nokturnal. Hal ini
umumnya dikenal sebagai mimpi basah (Badan Pusat Statistik, 2004).
Mimpi berulang
Sementara isi dari sebagian besar mimpi di impikan
hanya sekali, banyak orang mengalami mimpi yang berulang – yaitu, narasi mimpi
yang sama di alami dalam saat berbeda waktu tidur. Hingga 70% perempuan dan 65%
laki-laki melaporkan mimpi mereka berulang.
Warna vs Hitam putih
Sedikit orang mengatakan kalau mimpi mereka hanya
hitam putih (Schredl et al, 2004; Alleyne, 2008).
Penafsiran Mimpi
Mimpi secara historik digunakan untuk menyembuhkan
(seperti dalam asclepieion yang ditemukan dalam kuil Asclepius Yunani Kuno) dan
juga sebagai petunjuk atau wahyu. Beberapa suku Indian menggunakan penaklukkan
visi sebagai ritual perjalanan, puasa dan berdoa hingga sebuah mimpi pemandu
diperoleh, dan dibagikan pada suku lainnya saat mereka kembali (Webb, 1995).
Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, baik Sigmund
Freud maupun Carl Jung mengatakan mimpi sebagai interaksi alam bawah sadar dan
sadar. Mereka juga mengatakan kalau alam bawah sadar adalah kekuatan dominan
dalam mimpi, dan dalam mimpi ia menunjukkan aktivitas mentalnya pada fakultas
persepsi. Sementara Freud merasa kalau ada sebuah sensor aktif melawan alam
bawah sadar bahkan saat tidur, Jung berpendapat kalau kualitas buruk mimpi
adalah bahasa yang efisien, dibandingkan dengan puisi dan secara unik mampu
mengungkapkan makna di baliknya.
Fritz Perls menyajikan teori mimpinya sebagai bagian
holistik terapi Gestalt. Mimpi dipandang sebagai proyeksi dari bagian diri yang
diabaikan, ditolak atau ditekan (Wegner et al, 2004). Jung berpendapat kalau
orang dapat mempertimbangkan setiap orang di dalam mimpi sebagai satu aspek
dari pemimpi, yang ia sebut pendekatan subjektif mimpi. Perls memperluas sudut
pandang ini dengan mengatakan kalau bahkan benda tidak hidup dalam mimpi dapat
mewakili aspek pemimpi. Pemimpi karenanya diminta membayangkan sebuah benda
dalam mimpinya dan menjelaskannya, untuk membawa ke kesadaran karakteristik
dari benda yang berkaitan dengan kepribadian pemimpi.
Hubungan dengan kondisi medis
Terdapat bukti kalau beberapa kondisi medis (umumnya
hanya kondisi neurologis) dapat mempengaruhi mimpi. Sebagai contoh, orang
menderita sinestesia tidak pernah melaporkan mimpi yang sepenuhnya hitam putih,
dan sering kali sulit membayangkan bagaimana bermimpi secara hitam putih
(Harrison, 2001).
Terapi untuk mimpi buruk berulang (sering terkait
dengan gangguan stress pasca trauma) dapat memuat membayangkan skenario
alternatif yang dapat dimulai pada tiap langkah mimpi.
Mimpi dan psikosis
Sejumlah pemikir telah berkomentar pada kesamaan
antara fenomenologi mimpi dan psikosis. Tampilan yang sama pada kedua keadaan
adalah gangguan pikiran, efek melempeng atau ketidakpantasan (emosi), dan
halusinasi. Diantara para filsuf, Immanuel Kant, misalnya, menulis kalau ‘orang
gila adalah seorang pemimpi di saat bangun’ (La Barre, 1975). Arthur
Schopenhauer mengatakan: ‘Sebuah mimpi adalah psikosis jangka pendek, dan
sebuah psikosi adalah mimpi jangka panjang.’ (Ibid). Dalam bidang psikoanalisa,
Sigmund Freud menulis: ‘Mimpi adalah sebuah psikosis’(Freud, 1940) dan Carl
Jung: ‘Biarkan seorang pemimpi berjalan dan bertindak seperti orang yang sadar
dan kita akan melihat gambaran klinis dari dementia praecox.’(Jung,
1909)
McCreery (1997, 2008) mencoba menjelaskan kesamaan ini
dengan merujuk pada fakta, yang didokumentasikan oleh Oswald (1962), kalau
tidur dapat muncul sebagai reaksi pada stress ekstrim dan rangsangan hyper.
McCreery menambahkan bukti kalau psikotik adalah orang dengan kecenderungan
terangsang hiper, dan menyarankan kalau hal ini membuat mereka rentan pada apa
yang disebut oleh Oswald sebagai ‘tidur mikro’ saat sadar. Ia menekankan
khususnya pada penemuan paradoksial dari Stevens dan Darbyshire (1958) dimana
pasien yang menderita katatonia dapat dirangsang dari stupor mereka dengan
menggunakan sedatif bukannya stimulan.
Griffin dan Tyrrell (2003a) melangkah lebih jauh
dengan mengatakan bahwa “schizophrenia adalah realitas sadar yang diproses
dengan otak yang bermimpi.”(Griffin dan Tyrell, 2003b)
Fenomena lain yang berhubungan
Mimpi Lusid
Bermimpi lusid adalah persepsi sadar dari keadaan
seseorang saat bermimpi. Dalam keadaan ini seseorang biasanya memiliki kendali
pada karakter dan lingkungan dari mimpi dan juga tindakan pemimpi itu sendiri
dalam mimpi. Kemunculan mimpi lusid telah dibenarkan secara ilmiah (Watanabe,
2003).
Oneironaut adalah istilah yang biasanya dipakai bagi
mereka yang bermimpi lusid.
Mimpi transgresi tanpa pikiran
Mimpi transgresi tanpa pikiran (Dreams of
absent-minded transgression – DAMT) adalah mimpi dimana sang pemimpi tanpa
pikiran melakukan tindakan yang ia coba hentikan (salah satu contoh klasik
adalah seorang yang berhenti merokok bermimpi menyalakan rokok). Subjek yang
mengalami DAMT melaporkan bangun dengan perasaan bersalah. Salah satu studi
menemukan hubungan positif antara memiliki mimpi ini dengan berhasilnya
menghentikan perilaku (Hajek dan Belcher, 1991).
Bermimpi dan “dunia nyata”
Di waktu malam mungkin ada banyak stimuli luar yang
membombardir indera, namun pikiran sering menafsirkan stimulus dan
menjadikannya bagian dari sebuah mimpi untuk memastikan tidur yang
berkelanjutan (Antrobus, 1993). Inkorporasi mimpi adalah sebuah fenomena dimana
sebuah sensasi aktual, seperti suara lingkungan terindera di dalam mimpi
seperti mendengarkan telepon berbunyi dalam mimpi sementara ia memang berdering
di dunia nyata, atau bermimpi buang air kecil saat ia memang buang air kecil di
ranjang. Pikiran dapat, walau begitu, membangunkan individual bila mereka dalam
bahaya atau bila terlatih untuk merespon suara tertentu, seperti tangisan bayi.
Kecuali dalam kasus mimpi lusid, orang bermimpi tanpa sadar kalau mereka
bermimpi. Beberapa filsuf menyimpulkan kalau apa yang kita pikir sebagai “dunia
nyata” bisa jadi atau memang sebuah ilusi (sebuah gagasan yang dikenal sebagai
hipotesis skeptis ontologi). Terdapat lukisan terkenal karya Salvador Dalí yang
menggambarkan konsep ini, berjudul “Dream Caused by the Flight of a Bee around
a Pomegranate a Second Before Awakening” (1944). Gagasan pertama dalam hal ini dalam
sejarah berasal dari Zhuangzi, dan juga di bahas dalam Hinduisme; Buddhisme
membuat penggunaan ekstensif argumen ini dalam kitab-kitabnya (Kher, 1992). Ia
secara resmi diperkenalkan dalam filsafat barat oleh Descartes pada abad ke-17
dalam karyanya Meditations on First Philosophy. Stimulus, biasanya dalam bentuk
auditori, menjadi bagian dari mimpi, pada gilirannya membangunkan sang pemimpi.
Istilah “inkorporasi mimpi” juga digunakan dalam penelitian yang memeriksa
derajat dimana peristiwa siang sebelumnya menjadi unsur dari mimpi. Studi
terbaru menunjukkan kalau peristiwa di hari sebelumnya, dan seminggu
sebelumnya, memiliki pengaruh terbesar (Alain et al, 2003).
Mengingat mimpi
Ingatan tentang mimpi sangat tidak dapat dihandalkan,
walau ia merupakan sebuah keahlian yang dapat dilatih. Mimpi biasanya dapat
diingat jika seseorang tersadar saat bermimpi. Perempuan cenderung memiliki
ingatan mimpi lebih banyak daripada laki-laki. Mimpi yang sulit diingat dapat
dicirikan oleh pengaruh dan faktor yang relatif kecil seperti rangsangan dan
interferensi yang berperan dalam mengingat mimpi. Seringkali, sebuah mimpi
dapat diingat akibat melihat atau mendengar pemicu atau stimulus acak. Sebuah
jurnal mimpi dapat dipakai untuk membantu mengingat mimpi, untuk tujuan psikoterapi
atau hiburan semata. Bagi sebagian orang, citra atau sensasi yang kabur dari
mimpi malam sebelumnya kadang secara spontan dirasakan di saat tertidur. Walau
begitu mereka biasanya terlalu kabur untuk memungkinkan diingat. Paling tidak
95% dari semua mimpi tidak diingat. Kimiawi otak khusus yang diperlukan untuk
merubah ingatan jangka pendek menjadi jangka panjang ditekan saat tidur REM.
Kecuali sebuah mimpi tersebut terang dan anda terbangun segera setelahnya, isi
dari mimpi tidak akan dapat diingat (Hobson dan McCarly, 1977).
Déjà vu
Salah satu teori déjà vu menisbahkan perasaan memiliki
atau mengalami sesuatu yang sebelumnya sudah pernah dilakukan pada pengalaman
bermimpi dalam situasi atau lokasi yang sama, dan melupakannya hingga ia secara
misterius mengingatkan pada situasi atau lokasi saat sadar (Lohff, 2004)
Prakognisi tampak
Menurut survey, adalah umum bagi orang untuk merasakan
bahwa mimpi mereka meramalkan peristiwa yang akan datang dalam hidupnya (Hines,
2003). Psikolog menjelaskan pengalaman ini dalam istilah bias ingatan, yaitu
sebuah ingatan selektif untuk prediksi akurat dan ingatan tersimpangkan
sehingga mimpi tersebut sesuai dengan pengalaman hidup (Ibid). Sifat multi
faset dari mimpi membuatnya mudah menemukan koneksi antara isi mimpi dan
peristiwa nyata (Gilovich, 1991).
Dalam satu percobaan, subjek diminta menuliskan mimpi
mereka dalam diary. Hal ini mencegah efek ingatan selektif, dan mimpi-mimpi
tidak lagi terlihat akurat meramalkan masa depan (Alcock, 1981). Percobaan lain
memberi subjek sebuah diary palsu dari seorang siswa yang bermimpi prakognitif
tampak. Diari ini menceritakan peristiwa dari kehidupan seseorang, dan juga
beberapa mimpi prediktif dan beberapa mimpi non prediktif. Saat subjek diminta
mengingat mimpi yang telah mereka baca, mereka mengingat lebih banyak prediksi
yang sukses daripada prediksi yang gagal (Madey dan Gilovich, 1993).
Kebudayaan populer
Kebudayaan populer modern sering menganggap mimpi,
seperti Freud, sebagai ekspresi rasa takut dan keinginan terdalam pemimpi (Van
Riper dan Bowdoin, 2002). Dalam film seperti Spellbound (1945) atau The
Manchurian Candidate (1962), protagonis harus mengekstrak petunjuk vital
dari mimpi surreal (Ibid).
Sebagian besar mimpi dalam kebudayaan populer, walau
begitu, tidak simbolik, namun langsung dan merupakan gambaran realistik dari
rasa takut dan keinginan pemimpi (Ibid). Latar mimpi dapat tak
terbedakan dari yang ada di dunia nyata pemimpi, sebuah alat naratif yang
membawahi pemimpi dan rasa kemamanan penonton (ibid) dan memungkinkan
protagonis film horror, seperti dari Carrie (1976), Friday the 13th
(1980) atau An American Werewolf in London (1981) untuk mendadak
menyerang kekuatan gelap sementara ia berada di tempat yang tampaknya aman (Ibid).
Dalam fiksi spekulatif, garis antara mimpi dan
kenyataan dapat dikaburkan lebih jauh dalam cerita (Ibid). Mimpi dapat secara
psikis diserang atau dimanipulasi (film Nightmare on Elm Street, 1984–1991)
atau benar begitu saja (seperti dalam The Lathe of Heaven, 1971). Kisah
demikian bermain pada pengalaman penonton dengan mimpi mereka sendiri, yang
terasa nyata bagi mereka (Ibid).
Referensi
Alain, M.Ps., Geneviève; Tore A. Nielsen, Ph.D.,
Russell Powell, Ph.D., Don Kuiken, Ph.D. (July 2003). “Replication of the
Day-residue and Dream-lag Effect”. 20th Annual International Conference of
the Association for the Study of Dreams.
Alcock, James E. (1981). Parapsychology: Science or
Magic?: a psychological perspective. Oxford: Pergamon Press.
Alleyne, R (October 17, 2008). “Black and white TV
generation have monochrome dreams”. Telegraph: [Article].
Antrobus, John (1993). “Characteristics of Dreams”. Encyclopedia
of Sleep and Dreaming.
Aserinsky, E; Kleitman, N. (September 1953).
“Regularly occurring periods of eye motility and concomitant phenomena, during
sleep”. Science 118 (3062): 273–274.
Badan Pusat Statistik “Indonesia Young Adult
Reproductive Health Survey 2002-2004″ p. 27
Barrett, Deirdre & McNamara, Patrick (Eds.) The
New Science of Dreaming, (3 vol.): Volume I: The Biology of Dreaming, Volume
II: Content, Recall, and Personality Correlates of Dreams, Volume III: Cultural
and Theoretical Perspectives on Dreaming, NY, NY: Praeger/Greenwood, June, 2007
Barrett, Deirdre. The Committee of Sleep: How Artists,
Scientists, and Athletes Use their Dreams for Creative Problem Solving—and How
You Can Too. NY: Crown Books/Random House, 2001
Barrett, Deirdre. The ‘Committee of Sleep’: A Study of
Dream Incubation for Problem Solving. Dreaming: Journal of the Association for
the Study of Dreams, 1993, 3, pp. 115-123.
Blechner, M. (2001) The Dream Frontier.
Hillsdale, NJ: The Analytic Press.
Cartwjustify, Rosalind D (1993). “Functions of
Dreams”. Encyclopedia of Sleep and Dreaming.
Coutts, R (2008). Dreams as modifiers and tests of
mental schemas: an emotional selection hypothesis. Psychological Reports, 102,
561-574.
Crick, F. & Mitchison, G. (1983) The function of
dream sleep. Nature, 304:111-114.
Dement, William (1996). The Sleepwatchers.
Springer-Verlag.
Dement, W.; Kleitman, N. (1957). “The Relation of Eye
Movements during Sleep to Dream Activity.’”. Journal of Experimental
Psychology 53: 89–97.
Evans, C. & Newman, E. (1964) Dreaming: An analogy
from computers. New Scientist, 419:577-579.
Ferenczi, S. (1913)To whom does one relate one’s
dreams? In: Further Contributions to the Theory and Technique of Psycho-Analysis.
New York: Brunner/Mazel, 349.
Freud, S. (1940). An Outline of Psychoanalysis.
London: Hogarth Press.
Gilovich, Thomas (1991). How We Know What Isn’t So:
the fallibility of human reason in everyday life. Simon & Schuster. pp.
177–180.
Griffin, J. (1997) The Origin of Dreams: How and why
we evolved to dream. The Therapist, Vol 4 No 3.
Griffin, J. & Tyrrell, I. (2003) Human Givens:
A new approach to emotional health and clear thinking. HG Publishing.
Griffin, J, Tyrrell, I. (2004) Dreaming Reality: how
dreaming keeps us sane or can drive us mad’. Human Givens Publishing.
Hajek P, Belcher M (1991). “Dream of absent-minded
transgression: an empirical study of a cognitive withdrawal symptom”. J
Abnorm Psychol 100 (4): 487–91.
Hall, C., & Van de Castle, R. (1966). The Content
Analysis of Dreams. New York: Appleton-Century-Crofts. Content Analysis
Explained
Harrison, John E. (2001). Synaesthesia: The
Strangest Thing. Oxford University Press.
Hartmann, E. (1995)Making connections in a safe place:
Is dreaming psychotherapy? Dreaming, 5:213-228.
Hines, Terence (2003). Pseudoscience and the
Paranormal. Prometheus Books. pp. 78–81.
Hobson, J.A., and McCarly, R.W. (1977). The brain as a
dream-state generator: An activation-synthesis hypothesis of the dream process.
American Journal of Psychiatry, 134, 1335-1348.
Jung, C. (1948) General aspects of dream psychology.
In: Dreams. Princeton, NJ: Princeton University Press, 23-66.
Jung, C.G. (1909). The Psychology of Dementia
Praecox, translated by F. Peterson and A.A. Brill. New York: The Journal of
Nervous and Mental Disease Publishing Company.
Kher, Chitrarekha V. (1992). Buddhism As Presented
by the Brahmanical Systems. Sri Satguru Publications.
Kida, Thomas (2006). Don’t Believe Everything You
Think: The 6 Basic Mistakes We Make in Thinking. Prometheus Books.
Kramer, M. (1993)The selective mood regulatory
function of dreaming: An update and revision. In: The Function of Dreaming.
Ed., A. Moffitt, M. Kramer, & R. Hoffmann. Albany, NY: State University of
New York Press.
La Barre, W. (1975). Anthropological Perspectives on
Hallucination and Hallucinogens. In R.K. Siegel and L.J. West (eds.), Hallucinations:
Behavior, Experience, and Theory. New York: Wiley.
Lewis, C. S. The Discarded Image. Canto,
Cambridge University Press.
Lohff, David C. (2004). The Dream Directory: The
Comprehensive Guide to Analysis and Interpretation. Running Press
0762419628.
Louie, Kenway; Matthew A. Wilson (1 January 2001).
“Temporally Structured Replay of Awake Hippocampal Ensemble Activity during
Rapid Eye Movement Sleep”. Neuron 29 (1): 145-156.
Madey, Scott; Thomas Gilovich (1993). “Effects of
Temporal Focus on the Recall of Expectancy-Consistent and
Expectancy-Inconsistent Information”. Journal of Personality and Social
Psychology 62 (3).
McCreery, C. (1997). Hallucinations and arousability:
pointers to a theory of psychosis. In Claridge, G. (ed.): Schizotypy,
Implications for Illness and Health. Oxford: Oxford University Press.
McCreery, C. (2008). Dreams and psychosis: a new look
at an old hypothesis. Psychological Paper No. 2008-1. Oxford: Oxford
Forum.
National Institute of Neurological Disorders and
Stroke. 2006. “Brain Basics: Understanding Sleep”
Oswald, I. (1962). Sleeping and Waking: Physiology
and Psychology. Amsterdam: Elsevier.
Payne, J. D dan Nadel, L (2004). “Sleep, dreams, and
memory consolidation: The role of the stress hormone cortisol”. LEARNING
& MEMORY: 671–678.
Rey M, Bastuji H, Garcia-Larrea L, Guillemant P,
Mauguière F, Magnin M (July 2007). “Human thalamic and cortical activities
assessed by dimension of activation and spectral edge frequency during sleep
wake cycles”. Sleep 30 (7): 907–12.
Robert, W. Der Traum als Naturnothwendigkeit erklärt.
Zweite Auflage, Hamburg: Seippel, 1886.
Rock, Andrea (2004). “3″. The Mind at Night: The
New Science of How and Why we Dream. Basic Books.
Schredl, M., Ciric, P., Götz, S.P., Wittmann, L.
(November 2004). “Typical Dreams: Stability and Gender Differences”. The
Journal of Psychology 138 (6): 485
Solms, M. (2000). Dreaming and REM sleep are
controlled by different brain mechanisms (23(6) ed.). Behavioral and Brain
Sciences. pp. 793–1121.
Stevens, J.M. and Darbyshire, A.J. (1958). Shifts
along the alert-repose continuum during remission of catatonic ‘stupor’with
amobarbitol. Psychosomatic Medicine, 20, 99-107.
Stickgold, R. , J. A. Hobson, R. Fosse, M. Fosse1
(November 2001). “Sleep, Learning, and Dreams: Off-line Memory Reprocessing”. Science
294 (5544): 1052–1057.
Tarnow, Eugen (2003). How Dreams And Memory May Be
Related (5(2) ed.). NEURO-PSYCHOANALYSIS.
The American Heritage Dictionary of the English
Language, Fourth Edition. 2000. Dream
Tsai, Y. D (1995). “A Mind-Body Interaction Theory of
Dream”.
Van Riper, A. Bowdoin (2002). Science in popular culture:
a reference guide. Westport: Greenwood Press. pp. 56
Vedfelt, Ole (1999). The Dimensions of Dreams.
Fromm.
Watanabe, T. (2003). “Lucid Dreaming: Its Experimental
Proof and Psychological Conditions”. J Int Soc Life Inf Sci 21
(1).
Webb, Craig (1995). “Dreams: Practical Meaning &
Applications”. The DREAMS Foundation.
Wegner, D.M., Wenzlaff, R.M. & Kozak M. (2004).
“The Return of Suppressed Thoughts in Dreams”. Psychological Science 15
(4): 232–236.
Wein, B. “DREAMS”
Zadra, A., “1093: Sex Dreams: What Do Men And Women
Dream About?” SLEEP, Volume 30, Abstract Supplement, 2007 A376.
Zhang, Jie (2004). Memory process and the function
of sleep (6-6 ed.). Journal of Theoretics.
Zhang, Jie (2005). Continual-activation theory of
dreaming, Dynamical Psychology.
BalasHapusLEGENDAQQ.NET
Kami Hadirkan Permainan Baru 100% FAIR PLAY Dari Legendaqq.Net. :) 1 ID Untuk 8 Games :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
- Bandar 66
Nikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami LegendaQQ.Net. info Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^ Keunggulan LegendaQQ.Net :
- Tingkat Persentase Kemenangan Yang Besar
- Kartu Anda Akan Lebih Bagus
- Bonus TurnOver Atau Cashback Di Bagikan Setiap 5 Hari
- Bonus Referral Dan Extra Refferal Seumur Hidup
- Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20.000,-
- Tidak Ada Batas Untuk Melakukan Withdraw/Penarikan Dana
- Pelayanan Yang Ramah Dan Memuaskan
- Dengan Server Poker-V Yang Besar Beserta Ribuan pemain Di Seluruh Indonesia,
- LegendaQQ.Net Pasti Selalu Ramai Selama 24 Jam Setiap Harinya.
- Permainan Menyenangkan Dengan Dilayani Oleh CS cantik, Sopan, Dan Ramah.
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At LegendaQQ.Net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : 2AE190C9
- Facebook : LegendaqqPoker
Link Alternatif :
- www.legendaqq(dot)net
- www.legendapelangi(dot)com
NB : untuk login android / iphone tidak menggunakan www dan spasi ya boss ^_^
BalasHapusLEGENDAQQ.NET
Kami Hadirkan Permainan Baru 100% FAIR PLAY Dari Legendaqq.Net. :) 1 ID Untuk 8 Games :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
- Bandar 66
Nikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami LegendaQQ.Net. info Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^ Keunggulan LegendaQQ.Net :
- Tingkat Persentase Kemenangan Yang Besar
- Kartu Anda Akan Lebih Bagus
- Bonus TurnOver Atau Cashback Di Bagikan Setiap 5 Hari
- Bonus Referral Dan Extra Refferal Seumur Hidup
- Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20.000,-
- Tidak Ada Batas Untuk Melakukan Withdraw/Penarikan Dana
- Pelayanan Yang Ramah Dan Memuaskan
- Dengan Server Poker-V Yang Besar Beserta Ribuan pemain Di Seluruh Indonesia,
- LegendaQQ.Net Pasti Selalu Ramai Selama 24 Jam Setiap Harinya.
- Permainan Menyenangkan Dengan Dilayani Oleh CS cantik, Sopan, Dan Ramah.
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At LegendaQQ.Net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : 2AE190C9
- Facebook : LegendaqqPoker
Link Alternatif :
- www.legendaqq(dot)net
- www.legendapelangi(dot)com
NB : untuk login android / iphone tidak menggunakan www dan spasi ya boss ^_^
Hai kak yuk di cek , disini juga ada lo kak https://medium.com/@ctworksss3/dream-d2854d5dce19.
BalasHapus