Kamis, 12 Januari 2012

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN, METODE ILMIAH, DAN PENGETAHUAN SISTEMATIS


Di lingkungan pendidikan, terutama pendidikan tinggi, boleh dikatakan setiap waktu istilah “ilmu” diucapkan dan sesuatu ilmu diajarkan. Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorang harus menegaskan atau sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science-in-general). Arti yang kedua dari ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi. Istilah Inggris “science” kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material (systematic knowledge of the physical or material world).
MAKNA GANDA ILMU
Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yaitu pengetahuan, aktivitas, dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge). Di antara para filsuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body of knowledge).
Dalam kalangan ilmuwan sendiri umumnya juga ada kesepakatan bahwa ilmu terdiri atas pengetahuan. Dalam bukunya The Foundations of Science (1969) Sheldon J. Lachman memberikan batasan tentang ilmu yaitu :
“Science refers primarily to those systematically organized bodies of accumulated knowledge concerning the universe which have beeen derived exclusively througth tecniques of objective observation. The content of science, then, consists of organized bodies of data.”
(Ilmu menunjuk pertama-tama pada kumpulan-kumpulan yang disusun secara sistematis dari pengetahuan yang dihimpun tentang alam semesta yang melulu diperoleh melalui teknik-teknik pengamatan yang obyektif. Dengan demikian, maka isi ilmu terdiri dari kumpulan-kumpulan teratur dari data).
Pengertian ilmu sebagai pengetahuan itu sesuai dengan asal-usul istilah Inggris science yang berasal dari perkataan Latin scientia yang diturunkan dari kata scire yang artinya mengetahui (to know). Tetapi pengetahuan sesungguhnya hanyalah hasil atau produk dari sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Perkataan Latin scire juga berarti belajar (to learn). Dengan demikian, dapatlah dipahami bilamana ada makna tambahan dari ilmu sebagai aktifitas (atau suatu proses, yakni serangkaian aktivitas yang dilakukan manusia). Charles Singer merumuskan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan (Science is the process which makes knowledge). Pemahaman ilmu sebagai proses atau rangkaian aktivitas juga dikemukakan oleh John Warfield yang menegaskan demikian :
“But science is also viewed as a process. The process orientation is most relevant to a concern for inquiry, since inquiry is a major part of science as a process” (Social System : Planning, Policy and Complexity, 1976).
(Tetapi, ilmu juga dipandang sebagai suatu proses. Pandangan proses ini paling bertalian dengan sutau perhatian terhadap penyelidikan, karena penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses).
Oleh karena ilmu dapat dipandang sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, maka dari makna ini orang dapat melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode dari aktivitas itu. Menurut Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy; An Introductory Textbook, 1964, banyak orang telah mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang obyektif dan dapat diperiksa kebenarannya (a method of obtaining knowledge that is objective and verifiable).
Demikianlah makna ganda dari pengertian ilmu. Tetapi, pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode itu bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
ilmu dapat dipahami dari 3 sudut, yakni ilmu dapat dihampiri dari arah aktivitas para ilmuwan atau dibahas mulai dari segi metode atau dimengerti sebagai pengetahuan yang merupakan hasil yang sudah sistematis. Pemahaman yang lengkap akan tercapai kalau ketiga segi itu diberi perhatian yang seimbang.
Pemahaman yang tertib tentang ilmu akan menghasilkan tiga ciri pokok yaitu sebagai rangkaian kegiatan manusia atau proses, sebagai tata tertib tindakan pikiran atau prosedur, dan sebagai keseluruhan hasil yang dicapai atau produk. Berdasarkan ketiga kategori proses, prosedur, dan produk yang semuanya bersifat dinamis (tidak ada yang statis), ilmu dapat dipahami sebagai aktivitas penelitian, metode kerja, dan hasil pengetahuan. Dengan demikian, pengertian ilmu selengkapnya berarti aktivitas penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan sistematis.
Ketiga pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu kenyataan yang sama bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia. Suatu penjelasan yang sistematis harus dimulai dengan segi pada manusia yang menjadi pelaku dari fenomenon yang disebut ilmu. Hanyalah manusia (dalam hal ini ilmuwan) yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif (menyangkut pengetahuan), dan mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu. Jadi, tepatlah bilamana perngertian ilmu pertama dipahami dari seginya sebagai serangkaian aktivitas yang rasional, kognitif, dan bertujuan. Sesuatu aktivitas hanya dapat mencapai mencapai tujuannya bilamana dilaksanakan dengan metode yang tepat. Dengan demikian, penjelasan mengenai aktivitas para ilmuwan yang merupakan penelitian akan beralih pada metode ilmiah yang dipergunakan. Ilmu lalu mempunyai pengertian kedua sebagai metode. Dari rangkaian kegiatan studi atau penyelidikan secara berulang-ulang dan harus dilaksanakan dengan tata cara yang metodis, akhirnya dapat dibuahkan hasil berupa keterangan baru atau tambahan mengenai sesuatu hal. Dengan demikian, pada pembahasan terakhir pengertian ilmu mempunyai arti sebagai pengetahuan.
Makna ganda daripada ilmu yakni : ilmu merupakan rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN
Ilmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja, melainkan sutau rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.
Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan atau naluri. Ilmu menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris.
Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional yang selanjutnya melahirkan ilmu. Menurut Bernard Barber pemikiran rasional atau rasionalitas manusia merupakan sumber utama dari ilmu. Dikatakannya bahwa “the germ of science in human society lies in man’s aboriginal and unceasing attempt to understand and control the world in which he live by the use of rational thought and activity”. (benih ilmu dalam masyarakat manusia terletak di dalam usaha manusia yang tak henti-hentinya dan asli pembawaannya untuk memahami dan menguasai dunia tempat ia hidup dengan menggunakan pemikiran dan aktivitas rasional).
Ciri penentu yang kedua dari kegiatan yang merupakan ilmu ialah sifat kognitif, bertalian dengan hal mengetahui dan pengetahuan. Filsuf Polandia Ladislav Tondl menyatakan bahwa science terutama berarti conscious and organized cognitive activity (aktivitas kioginitf yang teratur dan sadar). Dijelaskannya lebih lanjut demikian :
“Tujuan-tujuan terpenting ilmu bertalian dengan apa yang telah dicirikan sebagai fungsi pengetahuan atau kognitif dari ilmu, dengan fungsi itu ilmu memusatkan perhatian terkuat pada pemahaman kaidah-kaidah yang tak diketahui sebelumnya dan baru atau pada penyempurnaan keadaan pengetahuan dewasa ini mengenai kaidah-kaidah demikian itu”.
Jadi pada dasarnya ilmu adalah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian, dan penalaran yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan akan suatu hal.
Ilmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.
Rangkaian aktivitas pemikiran yang rasional dan kognitif untuk menghasilkan pengetahuan, mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, dan melakukan peramalan, pengendalian, atau penerapan itu dilaksanakan oleh seseorang yang digolongkan sebagai ilmuwan. Setiap ilmuwan sejati bertugas melakukan penelitian dan mengembangkan ilmu. Hal ini ditegaskan dalam The International Encyclopedia of Higher Education yang mendefinisikan ilmuwan sebagai seseorang yang melakukan penelitian ilmiah dan penelitian ilmiah diartikan sebagai penelitian yang dilaksanakan untuk memajukan pengetahuan.
ILMU SEBAGAI METODE ILMIAH
Penelitian sebagai suatu rangkaian aktivitas mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan disebut metode. Untuk menegaskan bidang keilmuan itu seringkali dipakai istilah metode ilmiah (scientific method).
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada.
Prosedur yang merupakan metode ilmiah meliputi pengamatan, percobaan, analisis, deskripsi, penggolongan, pengukuran, perbandingan, dan survai.
Oleh karena ilmu merupakan suatu aktivitas kognitif yang harus mematuhi berbagai kaidah pemikiran yang logis, maka metode ilmiah juga berkaitan sangat erat dengan logika. Dengan demkikian, prosedur-prosedur yang tergolong metode logis termasuk pula dalam ruang lingkup metode ilmiah. Ini misalnya ialah deduksi, abstraksi, penalaran analogis, analisis logis.
Selanjutnya, metode ilmiah meliputi suatu rangkaian langkah yang tertib. Dalam kepustakaan metodologi ilmu tidak ada kesatuan pendapat mengenai jumlah, bentuk, dan urutan langkah yang pasti.
Sheldon J. Lachman mengurai metode ilmiah menjadi 6 langkah yang berikut :
1. Perumusan pangkal-pangkal duga yang khusus atau pernyataan-pernyataan yang khusus untuk penyelidikan.
2. Perancangan penyelidikan itu.
3. Pengumpulan data.
4. Penggolongan data.
5. Pengembangan generalisasi-generalisasi.
6. Pemeriksaan kebenaran terhadap hasil-hasil, yaitu terhadap data dan generalisasi-genralisasi.
George Abell merumuskan metode ilmiah sebagai suatu prosedur khusus dalam ilmu yang mencakup 3 langkah berikut :
1. Pengamatan gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan.
2. Perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-gejala ini, dan yang bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada.
3. Pengujian pangkal-pangkal duga ini dengan mencatat apakah mereka secara memadai meramalkan dan melukiskan gejala-gejala baru atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan yang baru.
Metode ilmiah lain dikemukakan oleh J. Eigelberner yang mencakup 5 langkah sebagai berikut :
1. Analisis masalah untuk menetapkan apa yang dicari, dan penyusunan pangkal-pangkal duga yang dapat dipakai untuk memberi bentuk dan arah pada telaah penelitian.
2. Pengumpulan fakta-fakta yang bersangkurtan.
3. Penggolongan dan pengaturan data agar supaya menemukan kesamaan-kesamaan, uruttan-urutan, dan hubungan-hubungan yang ada.
4. Perumusan kesimpulan-kesimpulan dengan memakai proses-proses penyimpulan yang logis dan penalaran.
5. Pengujian dan pemeriksaan kebenaran kesimpulan-kesimpulan itu.
Walaupun pendapat para ahli mengenai metode ilmiah dirumuskan secara berbeda-beda, ada 4 – 5 langkah yang merupakan pola umum yang senantiasa dilaksanakan dalam penelitian. Langkah-langkah baku itu ialah penentuan masalah, perumusan hipotesis atau pangkal duga bila dianggap perlu, pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian atau verifikasi hasil.
Tata langkah tersebut di muka melibatkan berbagai konsep dalam metode ilmiah. Konsep adalah ide umum yang mewakili sesuatu himpunan hal yang biasanya dibedakan dari pencerapan atau persepsi mengenai suatu hal khusus satu per satu. Konsep merupakan alat yang penting untuk pemikiran utama dalam penelitian ilmiah.
Pengertian metode tidak pula sama dengan tehnik. Metode ilmiah adalah berbagai prosedur yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah dalam pelaksanaan sesuatu penelitian ilmiah. Pola dan tata langkah prosedural itu dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan tehnis yang lebih terinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan tehnik. Jadi, tehnik adalah sesuatu cara operasional tehnis yang seringkali bercorak rutin, mekanis, atau spesialistis untuk memperoleh dan menangani data dalam penelitian.
Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa, kegiatan penelaahan atau proses penelitian yang merupakan ilmu itu mengandung prosedur, yakni serangkaian cara dan langkah tertentu yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam istilah dunia keilmuan dikenal sebagai metode atau sering disebut metode ilmiah. Metode merupakan ciri penentu yang kedua dan dengan demikian ilmu dapat pula dibahas, dipahami, dan dijelaskan sebagai metode.
ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN SISTEMATIS
Pengertian ilmu memang paling mudah dipahami sebagai pengetahuan. Di kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya ada kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan pengetahuan sistematis. Demikian lazim perumusan itu sehingga pengertian ilmu sebagia aktifitas dan sebagai metode tampak terselubungi dan kurang dikenal. Namun, pemahaman yang terlengkap hanyalah bilamana ilmu ditelaah sebagai aktifitas, metode, dan pengetahuan secara utuh. Penelahaan ini dapat saja dimulai dari salah satu dari antara ketiga segi itu. Tetapi, urutan yang kiranya sudah tepat dan memudahkan pemahaman ialah bilamana dimulai sebagai aktifitas, aktifitas itu mempergunakan metode tertentu, dan terakhir aktivitas dengan metode itu mendatangkan hasil berupa pengetahuan.
Secara sederhana pengetahuan pada dasarnya adalah keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejala/peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial maupun keorangan. Jadi, pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang merupakan isi substantif yang terkadung dalam ilmu. Isi itu dalam istilah keilmuan disebut fakta.
Pengetahuan dapat dibedakan dan digolongkan dalam berbagai jenis menurut sesuatu ukuran. Pengetahuan manusia dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu pengetahuan mengenai fakta-fakta dan pengetahuan mengenai hubungan-hubungan umum di antara fakta-fakta (Bertran Russell, 1956, hal. 439). Pengetahuan juga dapat digolongkan menjadi dua macam lainnya, yakni pengetahuan empiris murni yang menunjukkan adanya benda-benda berikut ciri-cirinya yang dikenal manusia dan pengetahuan a priori murni yang menunjukkan hubungan-hubungan di antara hal-hal umum yang memungkinkan orang membuat penyimpulan-penyimpulan dari fakta-fakta yang terdapat dalam pengetahuan empiris (Bertran Russell, 1972, hal. 149).
Walaupun pengertian mengenai pengetahuan menunjuk pada fakta-fakta sebagai intinya, perlulah dipahami bahwa ilmu bukanlah fakta-fakta. Pernyataan yang lebih tepat ialah bahwa ilmu senantiasa berdasarkan fakta-fakta. Fakta-fakta itu diamati dalam aktivitas ilmiah. Dari pengamatan itu selanjutnya fakta-fakta dihimpun dan dicatat sebagai data. Yang dimaksud dengan data ialah berbagai keterangan yang dipandang relevan bagi suatu penyelidikan dan yang dihimpun berdasarkan persyaratan yang ditentukan secara rinci.
Pengetahuan pada dasarnya menunjuk pada sesuatu yang diketahui. Dengan demikian, maka setiap ilmu harus mempunyai sesuatu pokok soal . Seorang ahli logika modern juga menyatakan bahwa suatu ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis atau teratur dari pengetahuan yang bertalian dengan suatu pokok soal khusus, dan pokok soal dari setiap ilmu ialah suatu bagian tertentu dari bahan pengalaman manusia (Mellone, 1954, hal. 295).
Setiap pokok soal yang cukup rumit mempunyai aneka segi dan permasalahan. Sesuatu ilmu biasanya membatasi diri pada segi atau permasalahan tertentu dalam penelaahannya terhadap pokok soal, sedang berbagai segi dan permasalahan lainnya dikeluarkan dari titik pusat perhatiannya untuk menjadi sasaran dari ilmu-ilmu khusus lainnya. Dengan demikian, setiap ilmu menurut salah satu maknanya adalah pengetahuan. Pengetahuan itu mengenai sesuatu pokok soal dan berdasarkan suatu titik pusat minat. Pokok soal dan titik pusat minat itu membentuk suatu sasaran yang sesuai dari ilmu yang bersangkutan.
Ciri umum dari suatu ilmu yang membuatnya berbeda dengan filsafat ialah ciri empiris. Kalau filsafat masih tetap merupakan pemikiran reflektif yang coraknya sangat umum, kebalikannya ilmu-ilmu fisis, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu sosial telah merupakan rangkaian aktivitas intelektual yang sifatnya empiris. Jadi, ciri empiris dari ilmu mengandung pengertian bahwa pengetahuan yang diperoleh itu berdasarkan pengamatan atau percobaan. Kalau ilmu berbeda dari filsafat berdasarkan ciri empiris itu, maka ilmu berbeda dari pengetahuan biasa karena ciri sistematisnya. Ciri sistematis berarti bahwa berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur.
Selain ciri-ciri empiris dan sistematis, masih ada 3 ciri pokok lainnya dari ilmu, yaitu obyektif, analitis, dan verifikatif. Ciri obyektif dari ilmu berarti bahwa pengetahuan itu bebas dari prasangka prseorangan dan kesukaan pribadi. Ilmu haruslah hanya mengandung pernyataan dan data yang menggambarkan secara terus terang maupun mencerminkan secara tepat gejala-gejala yang ditelaahnya. Ilmu juga mempunyai ciri analitis, yaitu pengetahuan ilmiah itu berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu. Ciri verifikatif berarti ilmu itu senantiasa mengarah pada tercapainya kebenaran. Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran ini berupa asas-asas yang berlaku umum atau kaidah-kaidah universal. Dengan memiliki pengetahuan ilmiah dan mencapai kebenaran itu manusia berharap dapat membuat ramalan tentang peristiwa mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya.
KESIMPULAN
Demikianlah, ilmu dimulai sebagai serangkaian aktivitas budi manusia yang intelektual dan berakhir sebagai sekelompok pengetahuan sistematis yang mempunyai berbagai ciri. Diantara rentangan aktivitas intelektual sampai pengetahuan sistematis itu terjalin serangkaian tata langkah yang terkenal sebagai metode ilmiah. Dengan demikian, pengertian ilmu dapat ditinjau dari 3 sudut, yaitu sebagai aktivitas, pengetahuan dan metode.
Kesimpulan dari pembahasan ilmu sebagai aktivitas penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan sistematis adalah :
1. Dilihat dari segi hasil kegiatan, ilmu merupakan sekelompok pengetahuan mengenai sesuatu pokok soal dengan titik pusat minat pada segi atau permasalahan tertentu sehingga merupakan berbagai konsep.
2. Pengetahuan ilmiah itu mempunyai 5 ciri pokok, yaitu empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif.
3. Dengan demikian, ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan.

DAFTAR PUSTAKA
Abell, George, Exploration of the Universe
New York, Holt, Rinehart and Winston, 1969
Garna, Judistira K., Ilmu-Ilmu Sosial: Dasar – Konsepsi – Posisi
Bandung, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, 1996
Lachman, Sheldon J., The Foundation of Science
New York, Vantage Press, 1969
Nasir, Mohamad, Metode Penelitian
Jakarta, Ghalia Indonesia, 1999
Russel, Bertrand, The Problem of Philosophy
London, Oxford University Press, 1972
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer
Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1999
Titus, Harold H., Living Issues in Philosophy: An Introductory Textbook
New York, American Books, 1964
Tondl, Ladislav, Scientific Prosedures: A Contribution Concerning the Methodological Problem of Scientific Consepts and Scientific Explanation
Dordrecht, D. Reidel, 1973
The Liang Gie, Konsepsi Tentang Ilmu
Yogyakarta, Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi, 1984
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu
Yogyakarta, Liberty, 1999
Warfield, John N., Societal Systems, Planning, Policy and Complexity
New York, John Wiley and Sons, 1976

2 komentar: