Teknik Wawancara dan Menulis Berita
Oleh : Mulyadi
Yang dimaksud berita dari segi pendekatan
jurnalistik ialah peristiwa yang telah dimuat dalam suatu media cetak,
atau disiarkan lewat radio atau televisi.
Mengapa orang membaca berita? Tentu bukan sekedar
ingin mengisi waktu luang. Orang membaca berita karena ingin mengetahui
perkembangan situasi lingkungan sekitarya.
Kriteria Kelayakan Berita
Apakah semua peristiwa layak dijadikan berita? Untuk
menjawab pertanyaan ini, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk
menjadi berita, antara lain:
1.
Penting. Pengesahan
RUU Sisdiknas adalah penting, karena menyangkut kepentingan rakyat banyak, yang
menjadi pembaca media bersangkutan. Maka layak jadi berita. Ini juga relatif
tergantung dari khalayak pembaca yang dituju. Isu Amien Rais menjadi calon
presiden tentu penting untuk dimuat di Harian Republika, tetapi kurang
penting dimuat di Majalah Gadis, karena khalayak pembacanya berbeda.
2.
Baru terjadi, bukan peristiwa lama. Peristiwa yang telah terjadi pada 10 tahun yang lalu jelas tidak bisa
jadi berita.
3.
Unik, bukan sesuatu yang biasa. Seorang mahasiswa yang kuliah tiap hari adalah peristiwa biasa. Tetapi
jika mahasiswa berkelahi dengan dosen di dalam ruang kuliah, itu luar biasa.
4.
Asas keterkenalan. Kalau mobil
anda ditabrak mobil lain, tidak pantas jadi berita. Tetapi kalau mobil yang
ditumpangi putri Diana ditabrak mobil lain, itu jadi berita dunia.
5.
Asas kedekatan. Asas kedekatan
ini bisa diukur secara geografis maupun kedekatan emosial. Banjir di Cina yang
telah menghanyutkan ratusan orang, masih kalah nilai beritanya dibandingkan
banjir yang melanda Jakarta, karena lebih dekat dengan kita.
6.
Magnitude (dampak dari
suatu peristiwa). Demonstrasi yang dilakukan oleh 10.000 mahasiswa tentu lebih
besar magnitudenya dibanding demonstrasi oleh 100 mahasiswa.
7.
Trend. Sesuatu bisa
menjadi berita ketika menjadi kecenderungan yang meluas dimasyarakat. Misalnya,
sekarang orang mudah marah dan mudah membunuh pelaku kejahatan kecil (pencuri,
pencopet) dengan cara dibakar hidup-hidup.
Teknik Wawancara
Berita sebagai produk jurnalistik hanya bisa lahir
dari fakta-fakta yang ada di masyarakat. Dan di balik fakta-fakta itu tentu ada
aktornya. Untuk kelahiran sebuah produk jurnalistik yang sehat, jurnalis harus
mampu membuat si aktor bicara. Cara efektif untuk itu, tidak ada lain, kecuali
dengan jalan melakukan wawancara.
Dalam aktifitas jurnalistik, sebuah wawancara sudah
barang tentu memerlukan berbagai sentuhan teknik dalam aplikasinya. Dan
berbicara ikhwal teknik wawancara, tentu saja kita akan berhadapan dengan
sesuatu yang dinamis bahkan progresif dan juga fleksibel. Artinya, teknik
wawancara itu bukan merupakan sesuatu yang musti baku, kaku, apalagi sakral.
Teknik itu berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan
masyarakat. Karenanya, para jurnalis juga dituntuk untuk senantiasa
memberdayakan diri sesuai tuntutan jaman.
Terpenuhinya prinsip-prinsip keberimbangan bagi sebuah
berita, hanya bisa ditempuh dengan wawancara. Dan sekali lagi, hanya dengan
wawancara, maka berita sebagai hasil karya jurnalistik akan memiliki daya hidup
sekaligus bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, dengan wawancara, fakta-fakta dari
masyarakat yang dihimpun wartawan akan terekonstruksi dengan baik.
Namun, Wartawan tidak boleh mengabaikan anatomi
persoalan yang terkait dengan temuan fakta-fakta tersebut di lapangan. Dan
untuk persoalan-persoalan tertentu, Wartawan wajib memetakannya.
Penyiapan anatomi persoalan itu bahkan merupakan langkah awal sebelum
berlangsungnya sebuah wawancara. Bermutu tidaknya sebuah wawancara, biasanya justru
lebih banyak ditentukan oleh hal tersebut. Misalnya, seorang
Wartawan ingin mengetahui secara detail tentang posisi, peran dan
sumbangan intelektual dalam mendorong demokrasi di Indonesia, maka
Wartawan harus mampu menggambarkan bagaimana kaum intelektual Indonesia
mengembangkan wacana yang beragam atas wacana resmi Orde Baru di
sekitar tema-tema pokok “Pembangunan”, “Dwi fungsi”, “Demokrasi
Pancasila”,”Persatuan dan kesatuan” serta “Sara”. Itu yang penting !.
Dari sana akan bisa dibuat kategori-kategori
intelektual Indonesia. Dan mungkin saja akan segera terpetakan adanya
intelektual ortodoks, revisionis dan mungkin oposisionis. Secara
demikian, setidaknya telah tercipta sarana pemahaman baru yang lebih memadai
tentang intelektual Indonesia.
Untuk sampai pada pemahaman itu, seorang Wartawan
harus memiliki referensi cukup tentang berbagai bidang yang diminati. Jadi,
wawancara seorang jurnalis hanya akan sukses dan bermutu, manakala ia telah
memiliki kesiapan seperti dimaksud. Namun, yang justru tampak rumit,
adalah aktifitas di balik teknik wawancara itu.
Adapun teknik wawancara bisa dikelompokkan menjadi dua
(2) bagian.
1.
Teknik verbal yang betul-betul memerlukan alat bantu
hard ware yang diperlukan.
2.
Teknik substansial – teknik yang terkait dengan
kemampuan jurnalis dari segi ketajaman nuraninya dalam menentukan pilihan tema,
tempat dan saat yang tepat bagi berlangsungnya sebuah wawancara. Disini perlu
adanya ketajaman analisis sosial.
Itulah pentingnya seorang Wartawan menguasai materi
yang hendak diwawancarakannya terhadap narasumber. Hanya dengan cara seperti
itu, ia mampu memperoleh informasi banyak dan akurat serta signifikan.
Konkritnya, beberapa hal dibawah ini bolehlah dianggap
sebagai tip untuk menunjang suksesnya sebuah wawancara.
1.
Wartawan harus memakai kalimat tanya yang bisa
membuahkan jawaban obyektif.
2.
Pertanyaan harus selalu diusahakan dengan menggunakan
kalimat pendek dan mudah dimengerti.
3.
Tidak boleh segan-segan mengajukan pertanyaan ulang
atas hal-hal yang belum jelas untuk dimengerti.
4.
Tahu momentum yang tepat. Juga tahu apa yang layak dan
tidak layak untuk ditanyakan, sekaligus cara bertanya yang pas.
5.
Jauhi pertanyaan yang bernada menggurui.
6.
Hindari gaya interogasi.
7.
Hindari pertanyaan yang sifatnya mencari legitimasi
dari frame pemikiran yang sebetulnya sudah dimiliki.
8.
Hindari pertanyaan yang bersifat menguji nara sumber.
9.
Tumbuhkan sifat empaty dalam wawancara.
10.
Untuk hal-hal yang spesifik, wartawan perlu terlebih
dahulu memaparkan persoalan yang hendak dimintakan pendapat dari nara sumber.
11.
Hindari kalimat tanya yang bersifat mengadu domba.
12.
Buat pertanyaan yang mampu menggugah daya nalar,
ingatan serta perspektif nara sumber.
Ke dua belas tips itu, mungkin akan menjadi jaminan suksesnya sebuah
wawancara. Tetapi, mungkin juga takkan berguna apa-apa, jika tidak diimbangi
dengan kemampuan jurnalistik individu yang mengoperasikannya. Karena itu pula,
seorang jurnalis ”haram” mendatangi nara sumber dengan kepala kosong.
Persiapan
Wawancara
Ada beberapa
persiapan yang harus anda lakukan sebelum melakukan wawancara, diantaranya:
- Penentuan tema. Mengapa suatu tema harus diangkat? Kenapa harus
sekarang? Pertama-tama tanyakan pada diri anda sendiri – mengapa kasus
dibawakan sekarang? Dari awal harus sudah jelas peran apa yang akan anda
bawakan – informasi apa yang anda mau dari narasumber, apakah
perspektifnya, dimana mereka akan anda posisikan.
- menentukan Angle. Angle atau sudut pandang sebuah berita ini dibikin
untuk membantu tulisan supaya terfokus. Kita tidak mungkin menulis seluruh
laporan tentang apa yang kita lihat, atau menulis seluruh uraian yang
disampaikan oleh narasumber. Tulisan yang tidak terfokus hanyalah akan
membingungkan pembaca. Untk mebentukan angle salah satu cara yang termudah
adalah membuat sebuah [pertanyaan tunggal tentang apa yang mau kita tulis.
Jawaban pertanyaan tidak boleh melebar kemana-mana. Hal-hal yang tidak
relevan dengan angle sebaiknya tidak ditanyakan. Jika ada informasi lain
yang disampaikan maka bisa dibuat judul lain. Atau informasi yang sangat
penting tersebut tidak cukup untuk dibuat dalam berita tersendiri, maka
bikinlah sub judul.
- Susunlah outline. Agar memudahkan dalam wawancara maka
sebaiknya anda menyusun kerangka berita (outline) atau istilah yang lebih
lazim flowchart. Outline berisi antara lain:
- Tema berita
- Angle
- Latar belakang masalah
- Narasumber
- Daftar pertanyaan
Mengumpulkan
Informasi dengan Tepat
Ketidak
akuratan (kesalahan) dalam pemberitaan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian
(kesembronoan) yang tidak disengaja. Seorang reporter mungkin tidak menggunakan
waktu secukupnya untuk mengecek informasinya sebelum menulis berita. Kemudian
ia salah menuliskan nara sumber berita.
Seorang
wartawan kawakan akan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari
kesalahan fakta:
- Bila anda mewawancarai seseorang, tanyakan nama, umur, alamat, dan
nomor teleponnya. Setelah mengumpulkan informasi, ejalah namanya dan
bacakan informasi yang anda peroleh (tangkap) sehingga sumber berita bisa
mengoreksinya. Nomor telepon tidak ditulis dalam berita, namun reporter
harus mengetahuinya untuk mengadakan kontak dengan sumber berita tersebut.
- Bila informasi nara sumber anda peroleh dari tangan kedua, harap dicek
pada sumber berita untuk membetulkannya.
- Jangan sekali-kali beranggapan bahwa bahwa anda mengetahui semuanya.
Anda selalu harus mengecek ulang setiap informasi yang penting.
- Bila tulisan anda menyangkut materi yang rumit, pastikanlah dulu bahwa
anda mengetahui hal itu.
Umumnya seorang wartawan mengambil peranan sebagai seorang pembaca
kebanyakan, dan megajukan pertanyaan sesuai dengan posisi itu.
- Bila menggunakan statistik atau data matematis, reporter harus
mengecek angka-angkanya dan menghitung. Banyak wartawan yang berdalih
bermacam-macam bila seorag pembaca yang kritis mengirim surat ke redaksi
dan menunjukkan perhitungan yang keliru dalam tulisan wartawan.
Statistik harus dicermati benar dengan penuh kecurigaan. Anda bisa
membuktikan apa saja dengan statistik, tergantung bagaimana cara anda
menyajikannya dan apa saja yang anda masukkan atau tinggalkan. Tanyakanlah
kepada sumber secara cermat untuk meyakinkan kebenaran angka-angka tersebut.
Seorang reporter tidak boleh membiarkan dirinya menjadi alat untuk menipu
masyarakat. Kekritisan dan pengecekan yang teliti sering bisa menghindarkan hal
it terjadi.
Teknik
Penulisan Berita
Setelah
mendapat informasi dari lapangan, maka tugas reporter selanjutnya adalah
menyampaikan informasi tersebut kepada pembaca secara cepat, jelas, dan akurat.
Unsur-Unsur
Suatu Berita
Berita yang
baik umumnya harus memenuhi unsur: 5 W + 1 H
Yakni: (Who,
What, Where, When, Why) + How
Atau : (Siapa,
Apa, Dimana, Kapan, Mengapa) + Bagaimana
Kriteria
Khusus:
- kebijakan redaksional/misi media. Masing-masing media memiliki
kebijakan redaksional dan misi yang berbeda.
- Pendekatan keamanan (ancaman pembredelan, dan sebagainya). Berita yang
mengkritik keras korupsi dan kolusi antara penguasa dan pengusaha bisa
berujung pada pembredelan atau teguran terhadap media yang bersangkutan.
Atau bisa memakan korban wartawan media itu sendiri, seperti kasus yang
menyebabkan terbunuhnya wartwan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin.
- kepekaan masyarakat pembaca dan kemungkinan dampak negatif berita
terhadap pembaca. Misalnya untuk isu-isu yang menyangkut SARA (suku,
Agama, Ras, dan antar golongan). Atau bisa menyinggung perasaan atau
martabat pembaca.
Beberapa Macam
Berita:
Dari segi
sifatnya, kita kenal dua macam: Hard News dan Soft News.
Hard
News/Straight News: berita yang lugas, singkat, langsung kepokok
persoalan dan fakta-faktanya. Biasanyaharus memenuhi unsur 5W+1H secara ketat
dan harus cepat-cepat dimuat, karena terlamba sedikit bisa basi. Istilah Hard
News lebih mengacu pada isi berita, sedangkan istilah Straight News lebih
mengacu pada cara penulisannya (struktur penulisanya).
Soft News: beritayang dari segi struktur penulisannya relatif lebih luwes, dan dari
segi isi tidak terlalu berat. Soft news umumnyatidak terlalu lugas, tidak kaku,
atau ketat khususnya dalam soal waktunya. Misalnya tulisan untuk menggambarkan
kesulitan yang dihadapi rakyat kecil akibat krisis ekonomi. Selama krisis
ekonomi masih berlanjut, berita itu bisa diturunkan kapan saja. Biasanya lebih
banyak mengangkat aspek kemanusiaan (human interest).
Dari segi
bentuknya, soft news masih bisa kita perinci lagi menjadi dua: News Features
dan Feature. Feature adalah teknik penulisan yang khas berbentuk
luwes, tahan lama, menarik, strukturnya tidak kaku, dan biasanya megangkat
aspek kemanusiaan. Pada hakekatnya penulisan feature adalah seorang yang
berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata, ia menghidupkan imajinasi
pembaca, ia menarik pembaca kedalam cerita dengan mengidentififkasikan diri
dengan tokoh utama. Panjang tulisan feature bervariasi dan boleh ditulis
seberapa panjang pun, sejauh masih menarik.
Sedangkan News
Feature adalah Feature yang mengandung unsur berita. Misalnya tulisan yang
menggambarkan peristiwa penangkapan Tommy Suharto oleh polisi, yang diawali
dengan penyadapan telepon dengan bantuan Roy Suryo seorang pakar Multimedia dan
Komunikasi, pembongkaran ruang bawah tanah, sampai proses tertangkapnya
disajikan secara seru, menarik, dan dramatis. Seperti menonton film saja.
Struktur
Penulisan Berita
Hard
news/straight news biasanya ditulis dalam bentuk struktur “piramida terbalik”
yakni inti berita ditulis pada bagian paling awal, dan hal-hal yang tidak
penting ditulis belakangan.
Soft news, News
Feature dan Feature ditulis dengan gaya yang tidak kaku. Hal-hal yang penting
bisa ditulis di bagian awal, namun juga tidak mutlak. Yang pening tetap menarik
untuk dibaca. Lebih jauh mengenai teknik penulisan Feature akan dibahas pada
pertemuan berikutnya.
Penulisan Judul
Judul merupakan
inti dari teras berita. Judul harus jelas, mudah dimengerti dengan sekali baca
dan menarik, sehingga mendorong pembaca untuk mengetahui lebih lanjut isi
tulisan. Selain itu judul juga harus menggigit, perlu kejelasan makna asosiatif
setiap unsur Subyek, Obyek, dan Keterangan.
Panjang judul
maksimal dua baris terdiri atas empat hingga enam kata. Bila panjang judul satu
baris, maksimal terdiri atas lima kata. Untuk judul berita utama maksimal lima
kata.
Semua kata di
dalam judul dimulai dengan huruf besar, kecuali kata sambung seperti dan, di,
yang, bila, dalam, pada, oleh, dan kata tugas lainnya yang ditentukan redaksi.
Penulisan judul
tidak boleh dimulai dengan angka. Hindari penggunaan singkatan yang tidak
populer. Judul bersifat tenang dan tidak bombastis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar