Diferensiasi Sosial
Ada dua proses sosiologis yang memengaruhi perilaku
kelompok secara mendalam dan menyeluruh. Pertama,
intergrasi sosial, yakni kecenderungan untuk saling menarik, tergantung dan
menyesuaikan diri. Kedua,
diferensiasi sosial, yakni kecenderungan ke arah perkembangan sosial yang
berlawanan seperti pembedaan. Diferensiasi sosial dan integrasi sosial—yang
muncul bersamaan dengan terbentuknya stratifikasi sosial—tumbuh sebagai
konsekuensi dari perubahan sosial akibat pembagian kerja yang semakin rinci.
Di masyarakat mana pun, struktur sosial yang ada
umumnya ditandai dua cirinya yang khas, yaitu:
1.
Secara vertikal, struktur sosial masyarakat
ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan antarkelas sosial dan polarisasi
sosial yang cukup tajam
2.
Secara horizontal, masyarakat ditandai oleh
kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa,
perbedaan agama, profesi, ras, adat serta perbedaan kedaerahan (Nasikun,
1984:30)
Secara normatif, dalam diferensiasi sosial, memang
hak dan kewajiban antar kelompok relatif sama di mata hukum. Tetapi,
bagaimanapun harus diakui bahwa di dalam kenyataan yang terjadi diferensiasi
sosial umumnya selalu tumpang-tindih dengan stratifikasi sosial.
Masyarakat manusia pada dasarnya bisa dibedakan
atau terdiferensiasi menurut berbagi kriteria, saperti ciri fisiologis dan ciri
kebudayaan. Wujud diferensiasi sosial yang paling menonjol, yakni:
1.
Ras,
menurut Horton dan Hunt (1987:60)ras dalah suatu kelompok manusia yang agak
berbeda dengan kelompok-kelompok lain dalam segi ciri-ciri bawaan dan
pengertian yang dugunakan oleh masyarakat.
2.
Etnik,
konsep diferensiasi berdasarkan etnik atau suku bangsa didasarkan pada
persamaan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1983), konsep yang ttercakup
dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh
kesadaran dan identitas akan kesatuan, kesadaran dan identitas tadi sering
kali—tetapi juga tidak selalu—juga dikuatkan oleh persamaan bahasa.
3.
Agama,
menurut Emile Durkheim, agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci, dan bahwa
kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke
dalam suatu komunitas moral yang disebut umat (Sunarto, 1993:165)
4.
Jenis
Kelamin, di dalam masyarakat primitif dan tradisional, perbedaan jenis
kelamin sering kali merefleksikan perbedaan hak dan kewajiban dimana kedudukan
wanita dalam banyak hal di tempatkan lebih rendah dibandingkan dengan pria.
Selama diferensiasi sosial tetap fungsional dan
sifatnya saling mengisi, perselisihan dalam masyarakat bisa di hindarkan.
Tetapi ketika perbedaan dan benturan kepentingan mulai terjadi, muncullah
disorganisasi sosial. Setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan disorganisasi
sosial. Ketiga faktor itu adalah:
1. Faktor Politik, hubungan antarkelompok
yang semula rukun suatu saat bisa berubah menjadi konflik ketika di dalamnya di
beri muatan politik.
2. Faktor Ekonomi, perbedaan antarkelompok
bisa berubah menjadi perseteruan ketika perbedaan masing-masing bersejajaran
dengan kesenjangan kelas ekonomi
3. Faktor Sosial Budaya, ikatan primordial
antara satu kelompok yang sama dengan kelompok primordial lain sangat rawan
terjadi perpecahan jika bersinggungan dengan faktor primordial mereka
masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar