TEORI INTERAKSI SIMBOLIK DAN SIMBOLIK ORGANISASI
a. Sejarah dan Tokoh
Sejarah Teori Interaksionisme Simbolik tidak bisa dilepaskan
dari pemikiran George Harbert Mead (1863-1931)[1]. Dalam terminologi yang
dipikirkan Mead, setiap isyarat non verbal (seperti body language, gerak fisik,
baju, status, dll) dan pesan verbal (seperti kata-kata, suara, dll) yang
dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam
suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat
penting (a significant symbol).
Menurut Fitraza (2008), Mead tertarik mengkaji interaksi
sosial, dimana dua atau lebih individu berpotensi mengeluarkan simbol yang
bermakna. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang
lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa
simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya
dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
Banyak ilmuwan yang menggunakan pendekatan teori interaksi
simbolik dimana teori ini memberikan pendekatan yang relatif khusus pada ilmu
dari kehidupan kelompok manusia dan tingkah laku manusia, dan banyak memberikan
kontribusi intelektual, diantaranya John Dewey, Robert E. Park, William James,
Charles Horton Cooley, Ernest Burgess, James Mark Baldwin (Rogers. 1994: 168).
Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi
simbolik, dimana pada saat itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua
Mahzab (School), dimana kedua mahzab
tersebut berbeda dalam hal metodologi,
yaitu (1) Mahzab Chicago (Chicago School) yang dipelopori oleh
Herbert Blumer, dan (2) Mahzab Iowa
(Iowa School) yang dipelopori oleh Manfred
Kuhn dan Kimball Young (Rogers. 1994: 171).
b. Penjelasan Teori Interaksi Simbolik
Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru
dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai
akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana secara tidak langsung SI merupakan
cabang sosiologi dari perspektif interaksional (Ardianto. 2007: 40).
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang
mendasari interaksi simbolik antara lain:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia,
2. Pentingnya konsep mengenai diri,
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Barbara Ballis Ball menyimpulkannya sebagai berikut[2]
1) Orang membuat
keputusan dan bertindak dlm persetujuan dgn “pemahaman subyektif” mereka atas
situasi yg mereka alami/temukan’.
2) Kehidupan
sosial terbentuk dari proses interaksi dalam struktur dan proses tersebut
senantiasa mengalami perubahan.
3) Orang memahami
pengalaman mereka melalui makna yg mereka temukan dlm simbol-simbol group utama
mereka dan bahasa merupakan unsur yang esensial dalam kehidupan.
4) Dunia
menciptakan obyek-obyek sosial yang diberi nama dan secara sosial menentukan
makna.
5)
Tindakan-tindakan orang didasarkan atas interpretasi mereka atas obyek
yang relevan dan tindakan dalam situasi itu dipahami dan didefinisikan.
6) Seseorang
(self) adalah obyek yang significant dan sebagaimana semua abyek sosial, maka didifiniskan melalui interaksi
sosial dengan pihak lain.
3. Implikasi Dalam Ilmu/Teori Dan Metodologi
Implikasi dari teori interaksi simbolik dapat dijelaskan
dari beberapa teori atau ilmu dan metodologi berikut ini, antara lain: Teori
sosiologikal modern (Modern Sociological Theory) menurut Francis Abraham (1982)
dalam Soeprapto (2007), dimana teori ini menjabarkan interaksi simbolik sebagai
perspektif yang bersifat sosial-psikologis.
Beberapa implikasi dari Interaksi Simbolik diantaranya :
a) Perspektif
Interaksional (Interactionist perspective), mempelajari interaksi sosial yang
ada perlu digunakan pendekatan tertentu,
mempelajari lebih jauh dari interaksi sosial masyarakat, dan mengacu
dari penggunaan simbol-simbol yang pada akhirnya akan dimaknai secara kesepakan
bersama oleh masyarakat dalam interaksi sosial mereka.
b) Konsep
definisi situasi (the definition of the situation) merupakan implikasi dari
konsep interaksi simbolik mengenai interaksi sosial yang dikemukakan oleh
William Isac Thomas (1968) dalam Hendariningrum (2009).
c) Konstruksi
sosial (Social construction) merupakan implikasi berikutnya dari interaksi
simbolik yang merupakan buah karya Alfred Schutz, Peter Berger, dan Thomas
Luckmann, dimana konstruksi sosial melihat individu yang melakukan proses
komunikasi untuk menafsirkan peristiwa dan membagi penafsiran-penafsiran
tersebut dengan orang lain, dan realitas dibangun secara sosial melalui
komunikasi (LittleJohn. 2005: 308).
d) Teori peran
(Role Theory) merupakan implikasi selanjutnya dari interaksi simbolik menurut pandangan Mead
(West-Turner 2008: 105). dimana, salah satu aktivitas paling penting yang
dilakukan manusia setelah proses pemikiran (thought) adalah pengambilan peran
(role taking). Teori peran menekankan pada kemampuan individu secara simbolik
e) Teori diri
(Self theory) dalam sudut pandang konsep diri, merupakan bentuk kepedulian dari
Ron HarrÄ›, dimana diri dikonstruksikan oleh sebuah teori pribadi (diri).
Artinya, individu dalam belajar untuk memahami diri dengan menggunakan sebuah
teori yang mendefinisikannya, sehingga pemikiran seseorang tentang diri sebagai
person merupakan sebuah konsep yang diturunkan dari gagasan-gagasan tentang
personhood yang diungkapkan melalui proses komunikasi (LittleJohn. 2005: 311).
f) Teori
dramatisme (Dramatism theory) merupakan implikasi yang terakhir yang akan
dipaparkan oleh penulis, dimana teori dramatisme ini merupakan teori komunikasi
yang dipengaruhi oleh interaksi simbolik, dan tokoh yang menggemukakan teori
ini adalah Kenneth Burke (1968).
d. Kritik Terhadap Teori Interaksi Simbolik
Kritik terhadap teori interaksi simbolik ada beberapa hal,
diantaranya :
a) Interaksi
simbolik memiliki banyak implikasi-implikasi, sehingga teori ini paling sulit
untuk disimpulkan.
b) Interaksi
simbolik tidak dianggap cukup heuristik (pemaparan melalui proses
pertanyaan-pertanyaan dalam menyelesaikan suatu permasalahan secara
sistematis), sehingga memunculkan sedikit hipotesis yang bisa diuji dan
pemahaman yang minim.
c) Para peneliti
interaksi simbolik dianggap kurang terlibat dalam suatu proses penelitian,
sehingga dalam menjelaskan konsep-konsep kunci dari observasi, dimana pada
akhirnya akan menyulitkan si-peneliti dalam melakukan revisi dan elaborasi.
d) Interaksi
simbolik dalam proses penelitian dianggap meremehkan ataupun mengabaikan
variabel-variabel penjelas yang sebenarnya cukup penting, seperti emosi
individu yang diteliti. Intraksi simbolik berhubungan dengan organisasi sosial
kemasyarakatan, dimana organisasi sosial atau struktur menghilangkan prerogatif individu.
e) Interaksi
simbolik bukanlah suatu teori yang utuh karena memiliki banyak versi, dimana
konsep-konsep yang ada, tidak digunakan secara konsisten. Dan pada akhirnya
berdampak pada konsep-konsep seperti I,
Me, Self, Role, dan lain sebagainya menjadi bias dan kabur (tidak
jelas).
d. Kesimpulan
Ciri khas dari teori interaksi simbolik terletak pada
penekanan manusia dalam proses saling menterjemahkan, dan saling mendefinisikan
tindakannya, tidak dibuat secara langsung antara stimulus-response, tetapi didasari
pada pemahaman makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain melalui
penggunaan simbol-simbol, interpretasi, dan pada akhirnya tiap individu
tersebut akan berusaha saling memahami maksud dan tindakan masing-masing, untuk
mencapai kesepakatan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar